DASAR POLITIK EKSPANSI RAJA KERTANAGARA DAN GAJAH MADA

DASAR POLITIK EKSPANSI RAJA KERTANAGARA DAN GAJAH MADA


 1. KERAJAAN SINGASARI

        Kerajaan Singasari didirikan sekitar tahun 1222 M oleh Ken Arok. Wilayah kerajaannya meliputi bekas wilayah Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dan Kerajaan Kediri. Dalam pertempuran di Ganter, Ken Arok menyatukan Kerajaan Kediri dengan Tumapel menjadi Kerajaan Singasari. Sumber sejarah yang penting tentang Kerajaan Singasari di antaranya kitab-kitab kuno seperti Negarakertagama dan Pararaton.

Kerajaan Singasari


        Prasasti dan candi-candi yang dibuat pada masa Singasari juga turut menceritakan banyak hal tentang kehidupan masyarakatnya. Dalam masa pemerintahan Ken Arok, sebagai raja pertama, Kerajaan Singasari berkembang menjadi sebuah kerajaan yang besar.
        Kehidupan politik Kerajaan Singasari terus berkembang seiring dengan bergantinya raja-raja yang memimpin saat itu. Berikut adalah beberapa contoh kehidupan politik yang ada di Kerajaan Singasari :
    1. Perang antarketurunan Ken Arok terjadi dan mewarnai pergantian pemerintahan.
    2. Pada masa pemerintahan Ranggawuni, Singasari aman dan tenteram. Untuk menghindari perebutan kekuasaan, dia mengangkat Mahaisa Cempaka (keturunan Ken Arok-Ken Dedes) sebagai Ratu Anggabhaya untuk mendampingi raja dalam menanggulangi segala bahaya yang mengancam negara.
    3. Singasari mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Kertanegara (Srimaharaja Diraja Sri Kertanegara). Adapun kebijakan yang diciptakan Raja Kertanegara di antaranya:
    4. Mengganti atau memindahkan pejabat yang tidak setia.
    5. Memberikan penghargaan dan kedudukan terhormat kepada lawan-lawan politiknya. Contohnya, Jayakatwang diangkat menjadi raja Kediri.
        Selain itu, Raja Kertanegara juga melaksanakan politik dalam negeri dan luar negeri sebagai strategi kepemimpinannya


    1. Politik dalam negeri
      Dalam rangka mewujudkan stabilisasi politik dalam negeri, Raja Kertanegara menempuh jalan sebagai berikut:
      • Mengadakan pergeseran pembantu- pembantunya.
      • Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya.
      • Memperkuat angkatan perang.
            2. Politik luar negeri
            Untuk mencapai cita-cita politiknya itu, Raja Kertanegara menempuh cara-cara sebagai berikut:
            • Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu (1275 dan 1286 M) untuk menguasai Kerajaan Melayu serta melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
            • Menguasai Bali (1284 M).
            • Menguasai Jawa Barat (1289 M).
            • Menguasai Pahang (Malaya) dan Tanjung Pura (Kalimantan).
            • Kertanegara membendung ekspansi Khu Bilai Khan dengan cara menjalin kerja sama dengan negeri Champa, memberantas setiap usaha pemberontakan, mengganti pejabat yang tidak mendukung gagasannya, dan berusaha menyatukan Nusantara di bawah Kerajaan Singasari

            2. KERAJAAN MAJAPAHIT


                    Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya ketika dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Pada saat itu, Raja Hayam Wuruk didampingi oleh Patih Gajah Mada. Politik ekspansi dilakukan oleh Raja Hayam Wuruk sebagai upaya memperluas wilayah untuk menyatukan nusantara. Namun, politik ekspansi tersebut berakhir ketika peristiwa bubat terjadi. Keinginan Hayam Wuruk untuk memperistri Dyah Pitaloka tidak dapat terlaksana karena Gajah Mada menginginkan pernikahan tersebut sebagai pengakuan atas kekuasaan Majapahit. Percampuran antara urusan pernikahan dengan politik ini menyebabkan timbulnya peristiwa bubat.

            Kerajaan Majapahit


                    Kerajaan Majapahit pada tahun 1350-1389 Masehi dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Gelar yang dipakai Raja Hayam Wuruk adalah Sri Rajasanagara. Selain itu, dia juga dikenal dengan nama Bhra Hyang Wekasing Sukha (Notosusanto, 2009: 463). Raja Hayam Wuruk merupakan putra dari Tribhuwanottunggadewi. Sebenarnya, Raja Hayam Wuruk dulunya telah dinobatkan sebagai raja muda dengan daerah Jiwana sebagai daerah kekuasaannya. Bukti dari pernyataan tersebut terdapat pada prasasti penataran yang diterjemahkan oleh N.J.Krom dalam bukunya “Oud=Javaansche Oorkonden”.  Ketika Hayam Wuruk mulai memerintah, dia didampingi oleh Patih Gajah Mada.

                    Gajah Mada merupakan seorang yang menduduki jabatan Patih Hamangkubhumi. Jabatan tersebut diperoleh ketika Gajah Mada mengabdi pada Tribhuwanottunggadewi. Peran Gajah Mada sebagai Patih sangat membantu Hayam Wuruk dalam memimpin kerajaan Majapahit. Sebagai upaya membantu Raja Hayam Wuruk, Gajah Mada memiliki gagasan yang dikenal dengan sumpah palapa. Gagasan ini merupakan wujud dari politik nusantara yang ingin memperluas atau menyatukan wilayah nusantara.

                    Pada dasarnya, setiap kerajaan memiliki keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaannya, sama halnya dengan Majapahit. Hal ini biasa disebut dengan politik ekspansi. Politik ini bertujuan untuk membentuk negara vasal yang nantinya dimanfaatkan untuk menarik upeti dari produk dagang suatu daerah. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mendapatkan kontrol dari kota-kota pelabuhan utama di Asia Tenggara.

                    Dalam melakukan politik ekspansi, tentunya tidak akan berjalan dengan mulus. Banyak faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan politik ekspansi. Pemegang kunci utama dari politik ini adalah patih. Sebagai seorang patih, memiliki sejumlah kuasa atau wewenang untuk menjalankan pemerintahan. Hal ini didapat dari prestasi yang diperoleh dalam bidang kemiliteran. Dalam menjalankan politik ekspansi, strategi juga sangat mempengaruhi keberhasilan suatu ekspansi. Pada saat melakukan ekspansi atau yang biasa dikenal dengan perluasan wilayah, seorang patih akan memimpin penyerangan ke suatu daerah yang dijadikan sasaran perluasan wilayah. Bentuk dari penyerangan tersebut biasanya melalui serangan militer jalur darat ataupun laut. Selain itu, penggunaan cara diplomasi juga dapat dilakukan seorang patih dalam melakukan politik ekspansi.

                    Salah satu bentuk politik ekspansi yang tidak berjalan dengan baik adalah terjadinya peristiwa bubat. Dalam peristiwa ini, terjadi pertikaian antara Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Majapahit. Kejadian ini bermula ketika Raja Hayam Wuruk untuk meminang putri Dyah Pitaloka sebagai istrinya. Namun, Patih Gajah Mada tidak ingin pernikahan tersebut hanya sebatas pernikahan saja, melainkan disertai dengan pengakuan kedaulatan terhadap Majapahit. Hal ini sebelumnya tidak dibicarakan dengan Hayam Wuruk. Keinginan Gajah Mada ditolak oleh pihak dari Dyah Pitaloka. Hingga pada akhirnya pecahlah pertempuran bubat yang menimbulkan banyak korban.

            Politik Ekspansi Majapahit

                    Politik ekspansi merupakan usaha untuk memperluas wilayah kekuasaan atau membentuk jaringan kerajaan vasal untuk memperoleh upeti dari komoditas daerah tertentu. Selain itu, ada alasan yang tidak kalah penting dalam politik ekspansi ini, yaitu untuk memperoleh kontrol atas pelabuhan-pelabuhan dagang di Asia Tenggara. Adapun bentuk dari ekspansi ini adalah dengan perang atau menjadikan seorang putri dari pempimpin suatu daerah untuk dijadikan selir. Sehingga, hal ini dapat membuat suatu daerah tunduk atau mengakui kekuasaan kerajaan Majapahit.

                Setiap kerajaan pastinya akan melakukan politik ekspansi dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan. Hal ini juga berlaku pada kerajaan Majapahit. Politik ekspansi yang terjadi di Majapahit berawal ketika masa pemerintahan Tribhuwanottunggadewi. Pada saat itu, ada seorang yang bernama Gajah Mada. Dia membuat sumpah yang terkenal sampai saat ini yaitu Sumpah Palapa yang berbunyi “Jika telah berhasil menundukkan Nusantara, saya baru akan istirahat. Jika Gurun, Seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, telah tunduk, saya baru akan istirahat.” (Muljana, 2005: 249). Gajah Mada mengucapkan sumpah tersebut dihadapan raja dan para pembesar Majapahit.


            REFERENSI

            Komentar

            Postingan populer dari blog ini

            PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP DWIPANTARA DAN SUMPAH PALAPA

            PENINGGALAN PENJAJAHAN JEPANG